Thursday, May 8, 2008

Pengembangan Kultur Sekolah

Menggalang Pembelajaran Berbasis Karakter

Oleh: ZAINUDDIN

Kebudayaan menunjukkan kesanggupan untuk menampilkan karakter dasar (basic character) manusia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Kuasa, dalam dinamika kehidupan nyata. Karakter dasar itu adalah sifat-sifat utama yang secara azali melekat dalam penciptaan manusia, yang seterusnya menjadi tabiat dan pembawaan hidup yang menyatu dalam totalitas kehidupannya. Sifat-sifat dimaksud, untuk menyebut beberapa saja, seperti tunduk kepada Tuhan, kasih-sayang, adil, setia kawan, bersih, jujur, melindungi, memelihara, kreatif, mampu menguasai diri (memimpin), sabar, santun dan sebagainya.

Sifat-sifat dasar itu secara kodrati menjadi khazanah integritas kepribadian, yang karenanya secara universal menentukan harkat dan kehormatan manusia. Dalam tataran perilaku, sifat-sifat ideal itu telah menjadi nilai-nilai (values) yang berlaku sebagai rujukan dan tolok ukur tindak-tanduk seseorang, kelompok dan bahkan masyarakat luas. Dalam tampilan makro, nilai-nilai itu berkorelasi dengan perkembangan kultur. Artinya, tinggi-rendahnya peradaban dan kebudayaan suatu masyarakat ditentukan oleh kadar kesanggupan mereka untuk mengaktualisasikan khazanah nilai-nilai itu. Dalam kondisi normal, aktualisasi itu akan terus mengalir dalam tampilan kultural dengan segala aspeknya.

Kadar kesanggupan itu tidaklah terbentuk dengan sendirinya, tanpa intervensi dan pemberdayaan. Perlu waktu panjang dan kerja keras untuk itu. Tidak jarang terjadi bahwa keberhasilan perjuangan itu harus dibayar dengan pengorbanan-pengorbanan. Justru disinilah letak keunikan dan syarat perkembangan suatu kultur. Bahwa kemajuan-kemajuan itu ditunjukkan oleh meningkatnya kemampuan masyarakat. Dan kemampuan itu tidak akan diperoleh kecuali melalui proses pendidikan, yang didalamnya terdapat aktivitas pembelajaran, pelatihan & bimbingan, serta pola-pola interaksi lainnya. Dalam perkembangan kebudayaan, proses itulah yang memerlukan intervensi dan pemberdayaan. Bisa jadi proses itu akan menempuh jalan panjang dan beragam karena kompleksnya tuntutan perkembangan kehidupan. Tetapi yang terpenting dalam proses budaya itu adalah bahwa secara dini “peserta didik” telah memiliki pengetahuan yang cukup tentang karakter dasar dan khazanah kepribadian yang wajib dirujuk dalam setiap kegiatan belajar. Perkembangan kultur dalam arti yang sebenarnya, baru dapat dinyatakan berlangsung jika kebutuhan terpenting itu terpenuhi. Bekal awal itulah yang dapat menjamin bahwa insan budaya akan setia menjaga dan membela kehormatan dirinya.

Sekolah adalah satuan pendidikan yang secara manajerial memberikan produk – berupa jasa pelayanan pendidikan – kepada peserta didik. Jasa pelayanan itu dibentuk dan dimatangkan dari pelbagai daya dukung (fisik dan non fisik), termasuk didalamnya masukan kultural. Dengan masukan komprehensif, jasa pelayanan itu memiliki kekuatan transformatif yang tinggi, relevan dengan tuntutan kehidupan masyarakat luas, dan dapat dipertanggung jawabkan menurut perspektif kultural. Yang terakhir ini mengartikan bahwa khazanah nilai-nilai budaya itu tampak menyatu dalam aspek-aspek pelayanan pendidikan.

Gambaran tentang kerja manajemen diatas dapat memetakan pengembangan kultur di sekolah :

1. Bahwa pengembangan kultur sekolah dilakukan dalam setiap kegiatan manajemen, sekurang-kurangya mulai dari perencanaan produk, penyusunan (pembuatan) produk, sampai pada penyampaian produk kepada siswa.
2. Perencanaan produk dilakukan untuk menentukan jenis dan spesifikasi pelayanan yang akan diberikan kepada siswa.
3. Produk pelayanan disusun (dibentuk) dengan mengidentifikasi dan memastikan kesiapan daya dukung yang diperlukan.
4. Produk manajemen – berupa jasa pelayanan pendidikan – diberikan kepada siswa melalui kegiatan pengajaran, pelatihan dan bimbingan serta pola-pola interaksi lainnya.
5. Seluruh kegiatan manajemen terorganisir dengan rapi dan solid, melibatkan semua unsur fungsional sekolah – level manajemen, profesional dan kelas. Didalamnya terjadi dinamika yang ditandai dengan adanya komunikasi, interaksi dan kolaborasi, yang dilakukan oleh semua warga sekolah.

Jika semua kegiatan itu membawa muatan kultural, mengemban misi aktualisasi khazanah integritas kepribadian universal, maka pengembangan kultur sekolah telah berjalan, diusung oleh semua komponen masyarakat sekolah. Keterpaduan dan kekompakan ini terindikasikan dalam kebijakan, struktur, latar fisik, suasana, hubungan dan sistem sekolah, yang secara produktif memberikan pengalaman bermakna, utamanya bagi peserta didik.

Performa manajemen sekolah, begitu juga kerjanya, ditandai dengan berkembangnya produk-produk pelayanan yang bermutu, yang mampu memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi pertumbuhan kepribadian peserta didik. Pertumbuhan itu tampak dengan adanya komitmen dan kesanggupan untuk menampilkan khazanah integritas kepribadian itu dalam perilaku yang wajar dan utuh. Sebagai kekuatan budaya, sekolah mengemban penuh mandat itu meskipun (pada era kekinian) berhadapan dengan tren kehidupan umum yang menjauh dari tuntutan kultural sejati.

Untuk fungsi itu, sekolah merancang produk pelayanan pendidikan dengan model-model yang kreatif dan bervariasi, berintikan pemberdayaan siswa untuk menumbuhkan karakter dasar dan potensi dirinya. Sebagai produk manajemen, pelayanan itu lahir dari proses yang matang, berlangsung dalam tahap-tahap yang teratur, melibat daya dukung semua unsur sekolah, dan kontribusi komponen eksternal, serta melalui uji penjaminan mutu yang transparan dan obyektif. Dengan proses itu, pelayanan sekolah telah meyakinkan sebagai produk yang berbobot, layak dan laku.

Berorientasi pada pengembangan kultur, model-model produk pelayanan itu didesain dengan pertimbangan yang jelas, memberikan ruang dan mengakses kepentingan pengembangan karakter dan potensi peserta didik. Desain produk itu setidak-tidaknya memberikan peluang kepada siswa untuk melakukan kegiatan-kegiatan dasar pengembangan kultur, seperti observasi, kontemplasi dan aktualisasi. Dari segi isi (content), kegiatan itu bermaterikan penjabaran unsur-unsur kurikulum/silabus, serta wawasan kultural yang diangkat dari khazanah integritas ideal dan tampilan riil kultur masyarakat luas. Kedua unsur materi itu digelar secara terpadu sehingga memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi keutuhan perkembangan siswa.

Penulis adalah Kepala Subdin Pendidikan Menengah
Dinas Pendidikan Kab. Bojonegoro.
Sumber: Jatim Plus, Edisi 21 Th. II Feb. 2006

No comments: